Seminar Enterpreuner Muda diselenggarakan oleh Himpunan mahasiswa S1 Farmasi ( Himafarsi) Universitas Muhammadiyah Lamongan pada hari Senin tanggal 1 Juli 2020. Acara berlangsung selama 1,5 Jam melalui Zoom dan diikuti oleh 250 peserta mahasiswa S1 Farmasi UMLA dan dari universitas lainnya. Dalam acara tersebut yang menjadi keynote Speaker Ahmad Zainal Fanani, S.Si, Apt adalah pengusaha Muda dari Lamongan yang merupakan Direktur Utama Awam Bersaudara yang dimoderatori oleh ka.prodi S1 Farmasi yaitu Devi Ristian Octavia, Mei. Apt. Dalam paparannya beliau menyatakan bahwa Pharmacist memiliki kompetensi yang disebut dengan nine star pharmacist yaitu care giver, desicion maker, comunicator, manager, leader, teacher, long life learner, Research dan Enterpreuneur. Seorang pharmacist ketika menempuh pendidikan di jenjang Sarjana dibekali dengan berbagai ilmu pengetahuan baik teknologi Farmasi, ilmu bahan alam, ilmu kosmetika dan Ilmu meracik Obat baik dari bahan alam maupun kimia. Selain itu seorang pharmacist juga memiliki peluang dalam usaha perdagangan dengan membuka bisnis Apotek. Ketika kita memilih untuk mengambil peluang yang ada maka kita harus fokus dan berikhtiar dengan sungguh-sungguh , jangan mudah menyerah dan putus asa. Seperti yang kita ketahui bahwa zaman ini terus berkembang dan kita tidak bisa hanya mengandalkan diri menjadi karyawan atau pegawai. Kita harus berani mencoba membuka suatu usaha dan membuka lapangan pekerjaan. Paparnya. Dalam sesi diskusi ada pertanyaan mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Malang yang menanyakan bagaimana strategi enterpreuner untuk tetap eksis di masa pandemi seperti ini. pengusaha yang akrab disapa Nanang ini menuturkan bahwasannya kita harus jeli melihat peluang yang ada, kita harus bisa membaca kebutuhan atau harapan masyarakat di masa pandemi ini, dan kita bisa memenuhi harapan dan kebutuhan mereka dengan menitikberatkan sektor yang ada bisa melalui promo pada barang yang dibutuhkan saat ini misalnya, sehingga masyarakat akan melirik usaha kita dan tertarik pada produk yang kita tawarkan.pungkasnya. Pertanyaan lain datang dari mahasiswa Institut Sains dan Teknologi yang menanyakan mengapa banyak pharmacist yang justru tidak berani menjadi enterpreuner padahal produk farmasi merupakan need up produk saat ini. enterpreneur atau tidak merupakan suatu pilihan, kebanyakan pharmacist takut untuk keluar dari zona nyaman dan memilih menjadi karyawan atau pegawai dengan pendapatan yang stabil setiap bulannya. Hal tersebut menjadi masukan untuk Universitas yang memiliki prodi Farmasi agar dapat ditambahkan mata kuliah “Management Strategi” dalam kurikulum pendidikan Farmasi. Menurut bapak tiga orang anak ini. Kali ini penanya berasal dari UMLA yaitu Adi Lukman yang menanyakan bagaimana strategi enterpreuner untuk tetap eksis di masa pandemi seperti ini. Menurut bapak yang hobi makan nasi goreng ini dalam menjawab pertanyaan tersebut adalah bahwasannya kita harus jeli melihat peluang , harus bisa membaca kebutuhan atau harapan masyarakat di masa pandemi ini, dan kita bisa memenuhi harapan dan kebutuhan mereka dengan menitikberatkan sektor yang ada bisa melalui promo pada barang yang dibutuhkan saat ini misalnya, sehingga masyarakat akan melirik usaha kita dan tertarik pada produk yang kita tawarkan. Pertanyaan lain yang masih dari UMLA yaitu Dimas menanyakan Seumpama saya mempunyai product, saya nilai Dari segi kualitas Dan kuantitas milik saya bagus tapi, mengapa milik saya tidak laku. Menyikapi pertanyaan beliau menyatakan bahwasannya ketika kita akan melaunching product kita ke pasaran, hendaknya kita melakukan trial and error, ketika product kita gagal di segmen pasar tertentu, belum tentu akan gagal pula di segmen pasar yang lain, sehingga kita harus melihat sasaran pasar kita dengan baik sebelum memutuskan untuk mempromosikan produk kita, selanjutnya kita bisa fokus untuk meningkatkan kualitas seperti harapan konsumen.
Diskusi berlangsung sangat interaktif dan apa yang disampaikan oleh pembicara dapat dipahami dengan baik hal terlihat dari seluruh peserta tidak ada yang keluar dari diskusi tersebut. Diskusi yang berlangsung mulai pukul 10.00 - 10.30 ini diakhiri dengan kesimpulan dari moderator yaitu Seorang pakar farmasi tidak harus selalu menjadi praktisi yang bekerja di balik meja apote, Jeli membaca situasi, seorang farmasis bisa memulai bisnis.
Potensi bisnis di bidang kesehatan itu pasti. Sampai kapanpun orang akan butuh sehat, sehingga kita harus berani mencoba untuk mejadi Enterpreuner dan membuka lapangan pekerjaan kemudian fokus dan just do it. Sulistiyowati